Lama gak posting di blog, Tugas Tafsir ini sebenarnya. Mungkin ada yang butuh? Langsung saja..
MENJAGA PERSATUAN DAN MENGHINDARI PERSELISIHAN ANTAR SESAMA
TAFSIR SURAT AL-MAIDAH AYAT 48, HUD AYAT 118, DAN AL-HUJURAT 13
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas
Tafsir 1
Dosen Pengampu : H. Muh. Aji Nugroho, Lc., M.Pd.I
Disusun Oleh :
Ahnaf Muzayyinul Islam (143111119)
PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU
TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI SURAKARTA
I.
PENDAHULUAN
Al-Qur’an merupakan kitab yang diturunkan kepada nabi Muhammad sebagai
pedoman hidup umat manusia. Allah telah menurunkan kitab-kitab-Nya kepada
rasul-rasul-Nya sebelumnya dengan syariat yang berbeda-beda pula sesuai dengan
konteks dan situasi zaman itu. Perbedaan syariat bukan untuk diperselisihkan,
karena Allah SWT membenci perselisihan.
II.
PEMBAHASAN
A.
Lafadz Al-Maidah ayat 48
!$uZø9tRr&ur y7øs9Î) |=»tGÅ3ø9$# Èd,ysø9$$Î/ $]%Ïd|ÁãB $yJÏj9 ú÷üt/ Ïm÷yt z`ÏB É=»tGÅ6ø9$# $·YÏJøygãBur Ïmøn=tã ( Nà6÷n$$sù OßgoY÷t/ !$yJÎ/ tAtRr& ª!$# ( wur ôìÎ6®Ks? öNèduä!#uq÷dr& $£Jtã x8uä!%y` z`ÏB Èd,ysø9$# 4 9e@ä3Ï9 $oYù=yèy_ öNä3ZÏB Zptã÷Ű %[`$yg÷YÏBur 4 öqs9ur uä!$x© ª!$# öNà6n=yèyfs9 Zp¨Bé& ZoyÏnºur `Å3»s9ur öNä.uqè=ö7uÏj9 Îû !$tB öNä38s?#uä ( (#qà)Î7tFó$$sù ÏNºuöyø9$# 4 n<Î) «!$# öNà6ãèÅ_ötB $YèÏJy_ Nä3ã¥Îm6t^ãsù $yJÎ/ óOçGYä. ÏmÏù tbqàÿÎ=tFørB ÇÍÑÈ
48. dan Kami
telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang
sebelumnya, Yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian
terhadap Kitab-Kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa
yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan
meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat
diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah
menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak
menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat
kebajikan. hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya
kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu,
1.
Mufradat Al-Maidah ayat 48
ÎAl-Qur’an: =»tGÅ3ø9$# aturan : ptã÷Ű jalan yang terang: %[`$yg÷YÏBu
batu ujian: $·YÏJøygãB menghendaki: Nà6n=yèyfs9
2.
Tafsir Arab Al-Maidah ayat 48
وأنزلنا إليك-يا محمد-
القرآن,ن وكل ما فيه حقّ يشهد على صدق الكتب قبلهو وأنها من عنداللّه, حاكمأ عليها
شاهدأ بصحتها, أمينأ عليه, فا حكم بين المحتكمين إليك من اليهود بما أنزل اللّه
إليك في هذا القرآن, ولا تنصرف عن الحقّ الذي أمركاللّه به إلىأهوائهم وما
اعتادوه, فقد جعلنا لكل أمة شريعة, وطريقة واضحة يعملن بها. ولو شاءاللّه لجعل
شرائتكم واحدة, ولكنه تعالى خالف بينها ليختبركم, فيظهر المطيع من العاصى, فسارعوا
إلى ماهوخير لكم في الدرين بالعمل بمافي القرآن, فإن مصيركم إلى اللّه, فيخبركم
بما كنتم فيه تختلفون, ويجزي كلاّ بعمله.
3.
Tafsir Al-Maidah ayat 48
Pada ayat ini diterangkan bahwa Allah menurunkan Al-Qur’an kepada
Nabi dan Rasul terakhir Muhammad saw. Al-Qur’an adalah kitab Samawi terakhir
yang membawa kebenaran, mencakup isi dan membenarkan Kitab suci sebelumnya
seperti Taurat dan Injil.[1]
Firman-Nya |=»tGÅ3ø9$# y7øs9Î) !$uZø9tRr&ur (dan Kami
turunkan kepadamu Al-Qur’an), maksudnya
adalah kitab untuk Muhammad SAW.[2] =»tGÅ3ø9$# disini
maksudnya adalah Al-Qur’an, dan ungkapan dalam bentuk ta’rif (definitif)
adalah karena sudah ma’lum.[3]
Kalimat ,ysø9$$Î/ terkait
dengan kalimat mahdzuf (dibuang atau tidak ditampakkan) yang statusnya
sebagai hal (keterangan kondisi), yakni (bila ditampakkan): mutalabbisan bil
haq (dengan membawa kebenaran.[4]
Redaksi kalimat: m÷yt ú÷üt/ $yJÏj9 $]%Ïd|ÁãB (yang
membenarkan apa yang sebelumnya) maksudnya Al-Qur’an diturunkan
kepada Muhammad dengan kondisi membawa kebenaran dan membenarkan kitab-kitab
Allah yang diturunkan sebelumnya karena ia mencakup seruan kepada Allah,
memerintahkan kebajikan, dan mencegah kemungkaran.[5]
Firman-Nya (møn=tã$·YÏJøygãBur), Al-‘Aufi
mengatakan dari Ibnu Abbas (møn=tã$·YÏJøygãBur) “dan
batu ujian terhadap Kitab-kitab yang lain itu”, yaitu, menentukan (memutuskan) terhadap Kitab-kitab yang
diturunkan sebelumnya.[6]
Firman-Nya t ª!$# AtRr& $yJÎ/ OßgoY÷t/ Nà6÷n$$sù (maka
putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan), maksudnya adalah, menurut apa yang diturunkan kepadamu didalam
Al-Qur’an, karena Al-Qur’an mencakup semua yang disyariatkan Allah bagi para
hamba-Nya dalam semua kitab terdahulu.[7]
Ibnu Hati mengatakan dari
Ibnu Abbas ia berkata: “Dahulu Nabi memiliki hak untuk memilih (cara dalam
memutuskan suatu perkara): Jika beliau berkehendak, beliau boleh memberikan
keputusan kepada mereka; dan jika beliau tidak berkehendak, beliau boleh
menolak memberikan putusan kepada mereka dan mengembalikkan keputusan atas
perkara mereka kepada hukum mereka sendiri. Maka turunlah ayat:
Nèduä ô!#uq÷dr& ìÎ6®Ks? wur !!$# tAtRr& $yJÎ/ OßgoY÷t/ Nà6÷n$$sù ”Maka putuskanlah perkara diantara diantara mereka menurut apa yang
Allah tentukan, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka”.[8]
Firman-Nya %[`$yg÷YÏBur Zptã÷Ű Nä3ZÏB $oYù=yèy_ 9e@ä3Ï9ö , kata
syir’atan dan syari’ah pada mulanya berarti “air yang banyak”,
atau “jalan menuju sumber air”. Agama dinamakan
syariat karena ia merupakan sumber kehidupan ruhani, sebagaimana air
yang merupakan sumber kehidupan jasmani. Al-qur’an menggunakan kata syariat
dalam arti yang lebih sempit dari kata din yang diterjemahkan dengan
“agama”.[9]
Syariat adalah jalan/aturan agama untuk satu umat tertentu, dan nabi tertentu,
seperti syariat Nuh, syariat Ibrahim, syariat Musa, syariat Isa, dan syariat
Muhammad. Sedang din adalah tuntunan Ilahi yang bersifat umum dan
mencakup semua umat. Karena itu, agama atau din tidak mungkin
dibatalkan, sedang syariat dapat saja dibatalkan oleh syariat yang datang
kemudian.[10]
Minhajan maknanya adalah
“jalan yang luas”. Bila dikaitkan dengan syir’atan, merupakan isyarat
bahwasanya ada jalan yang luas menuju syariat/sumber air itu. Setiap umat
diberi minhaj dan syariat sesuai dengan perkembangan dan keadaannya.
Setiap terjadi perubahan, Allah pasti akan mengubah minhaj dan syariat
yang telah diberikan. Mereka yang bertahan, padahal jalan telah berubah,
niscaya akan tersesat.[11]
Firman-Nya öZoyÏnºur Zp¨Bé& Nà6n=yèyfs9u ª!$# ä!$x© öqs9ur (Sekiranya
Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja) dengan satu syariat, satu kitab, dan satu rasul. öNä.uqè=ö7uÏj9 `Å3»s9ur (Tetapi
Allah hendak menguji kamu), maksudnya
Allah tidak menghendaki demikian, akan tetapi Allah menghendaki ujian bagimu
dengan beragamnya syariat.[12]
Makna öNä38s?#uä !$tB Îû (terhadap
pemberian-Nya kepadamu) adalah
terhadap syariat-syariat beragam yang diturunkan-Nya kepadamu karena perbedaan
waktu dan para rasul. Ini menunjukkan bahwa perbedaan syariat sebagai ujian dan
cobaan, bukan karena beragamnya kemaslahatan umat yang disebabkan oleh
perbedaan waktu dan pribadi.[13]
Firman-Nya ( ÏNºuöyø9$# #qà)Î7tFó$$sù (maka
berlomba-lombalah berbuat kebajikan) maksudnya adalah, karena kehendak
Allah menetapkan perbedaan syariat, maka berlomba-lombalah kamu dalam
melaksanakan apa-apa yang kamu diperintahkannya dan meninggalkan apa-apa yang
kamu diperintahkan untuk meninggalkannya.
Kemudian Allah berfirman: $YèÏJy_ Nà6ãèÅ_ötB «!$# ö n<Î) (hanya kepada
Allah lah kamu semua kembali) Maksudnya, tempat kembali kalian
pada hari Kiamat kelak kepada Allah, hai sekalian manusia.
Firman-Nya tbqàÿÎ=tFørB ó ÏmÏù OçGYä.$yJÎ/ Nä3ã¥Îm6t^ãsù (lalu
diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu). Artinya, Allah Ta’ala akan memberitahukan kebenaran yang kalian
perselisihkan. Maka orang-orang yang bersikap benar, akan diberikan pahala atas
kejujuran mereka itu, dan menyiksa orang-orang kafir yang sangat ingkar, lagi
mendustakan kebenaran.[14]
4.
Nilai nilai yang dapat di petik pada Al-Maidah ayat 48
1.
Perbedaan
syariat bukan untuk diperselisihkan
2.
Allah
sangat membenci orang yang mendustakan kebenaran
B.
Lafadz Hud ayat 118
öqs9ur uä!$x© y7/u @yèpgm: }¨$¨Z9$# Zp¨Bé& ZoyÏnºur ( wur tbqä9#tt úüÏÿÎ=tGøèC ÇÊÊÑÈ
118. Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang
satu, tetapi mereka Senantiasa berselisih pendapat,
1.
Mufrodat Hud ayat 118
Sekiranya: qs9ur umat yang
satu: ZoyÏnºur p¨Bé&
berselisih pendapat: úüÏÿÎ=tGøèC
2.
Tafsir Arab Hud ayat 118
ولوشاءربك لخعل الناس
كلهم جماعة واحدة على دين وأحدوهودين الإسلام, ولكن سبحانه لم يشأ ذلك, فلا يزال
الناس مختلفين في أديا نهم, وذلك مقتضى حكمته
3.
Tafsir Hud ayat 118
Ayat ini menjelaskan bahwa kalau
Allah menghendaki, maka manusia menjadi umat yang satu dalam beragama sesuai
dengan fitrah asal kejadiannya.[15]
Sekalipun pada mulanya manusia itu merupakan umat yang satu tidak terdapat
perselisihan diantara mereka, tetapi setelah mereka berkembang biak, timbullah
keperluan dan keinginan yang berbeda-beda maka timbul pulalah perbedaan dan
perselisihan yang tak ada habis-habisnya.[16]
Kata (qs9) law/sekiranya dalam firman-Nya: sekiranya Allah menghendaki,
menunjukkan bahwa hal tersebut tidak di kehendaki-Nya, karena kata law tidak
digunakan kecuali untuk mengandaikan sesuatu yang tidak mungkin
terjadi/mustahil.[17]
Ini berarti bahwa Allah tidak menghendaki menjadikan manusia semua sejak dahulu
hingga kini satu umat saja, yakni satu pendapat, satu kecenderungan, bahkan
satu agama dalam segala prinsip dan rinciannya. Karena jika Allah menghendaki
demikian, Dia tidak akan memberi manusia kebebasan memilah dan memilih,
termasuk kebebasan memilih agama dan kepercayaan.
Allah
menganugerahkan manusia akal pikiran, potensi baik dan buruk, dan dalam saat
yang sama mengutus nabi dan rasul, menurunkan kitab suci, untuk mengukuhkan fitrah
kesucian yang melengkapi jiwa manusia, dengan harapan kiranya manusia dalam
hal-hal prinsip ajaran agama tidak perlu berselisih.[18]
Tetapi ternyata sebagian manusia menggunakan potensi-potensinya itu untuk
berselisih pula dalam prinsip-prinsip pokok agama, kecuali orang-orang yang
diberi rahmat oleh Allah.
4.
Nilai yang dapat dipetik dari Hud ayat 118
1.Perbedaan
prinsip dalam beragama bukan untuk diperselisihkan
2.
Perintah untuk toleransi dengan sesama
C.
Lafadz Al-Hujurat Ayat 13
$pkr'¯»t â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.s 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© @ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ×Î7yz ÇÊÌÈ
Artinya: Hai
manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
1.
Mufrodat Al-Hujurat ayat 13
Bangsa: $\/qãèä©
Kabilah
atau suku: @ͬ!$t7s%u
Menciptakan
kamu: /ä3»oYø)n=yz
2.
Tafsir Arab Al-Hujurat ayat 13
(يأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ خَلَقْنَكٌمْ مِّنْ ذَكَرِوَأُنْشَي)
عَامّ والذي بعده خاص لأن الشعوب والقبائل في العرب خاصّة (إنَّ أَكْرَمَكُمْ
عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَكُمْ) روى عبد الرحمن في العرب خاصة قيل: يا رسولاللّه من
خير النّاس ؟ قال : " من طَالَ عُمْرُهُ وَحَسُنُ عَمَلُهُ" وقالت
دُرّةُ : سئل النبي صلى اللّه عليه وسلم : مِنْ خَيْرُ النَّاس ؟ قال : "
آمَرُهُمْ بالمعرف وأنهاهم عن المنكر وأو صلُهُم للرَّحم وأتقاهم" قال ابن
عباس : ترك الناس هذه الآية : ( إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَاللّهِ أتْقَكُمْ) وقالوا
: بالنسبز و قال أبو هريرة : ينادي منادِيومالقيامة إني جَعَلَتُ نسبآ
وَجَعَلَهُمْ نَسَبّا. (إَنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَكُمْ) ليكم
المتّقونَ فلا يقوم إلاّ من كان كذلك.[19]
3.
Tafsir Al-Hujurat ayat 13
Diriwayatkan
oleh Abu Dawud mengenai turunnya ayat ini yaitu tentang peristiwa Rosulullah
menyuruh kabilah Bani Bayadah untuk menikahkan seorang perempuan dari
kalangannya dengan seorang budak yang bernama Abu Hindin. Ayat ini menerangkan
agar kita tidak boleh mencemooh seseorang karena memandang rendah kedudukannya.[20]
Kata syu’uban
pada ayat diatas merupakan bentuk plural (jama’) dari kata sya’b
yang berarti bangsa (nation), yang terdiridari beberapa suku atau
kabilah yang bersepakat untuk bersatu dibawah aturan-aturan yang disepakati
bersama. Dalam konteks ayat ini, Allah menjelaskan bahwa Dia menciptakan
manusia dari laki dan perempuan, dan menjadikannya berbagai bangsa dan suku
bangsa.[21]
Kata Qaba’il
pada ayat diatas merupakan bentuk plural (jama’) dari kata qabilah
yang berarti kabilah atau suku. Biasanya kata qabilah atau suku
didasarkan pada banyaknya keturunan yang menjadi kebanggaan. Jelasnya, kata qabilah
(suku-suku) lebih kecil cakupannya daripada syu’ub (bangsa-bangsa).[22]
Pada ayat ini
dijelaskan bahwa Allah menciptakan manusia dengan satu ayah yaitu Adam a.s. dan
dari seorang ibu yaitu Hawa a.s. dengan tersebarnya keturunan Adam dan Hawa,
Allah menjadikan manusia bersuku-suku yang berbeda agar manusia saling
mengenal.[23]
Kebiasaan manusia memandang kemuliaan itu selalu ada sangkut pautnya dengan
kebangsaan dan kekayaan. Allah tidak menyukai orang-orang yang memperlihatkan
kekayaannya, keturunan, atau kepangkatannya, karena yang paling mulia disisi
Allah hanyalah orang-orang yang bertakwa kepada-Nya.[24]
4.
Nilai-nilai yang dapat dipetik pada Al-Hujurat ayat 13
1.
Larangan
merendahkan orang lain.
2.
Menciptakan
kehidupan yang damai dan rukun.
3.
Saling
mengenal, dengan mengenal kita bisa mencari nilai kebaikan yang universal dari
kelompok lain.
D. Hikmah
Yang Dapat Dipetik
1. Perbedaan syariat bukan untuk
diperselisihkan
2.
Perbedaan
prinsip dalam beragama bukan untuk diperselisihkan
3.
Saling
mengenal, dengan mengenal kita bisa mencari nilai kebaikan yang universal dari
kelompok lain.
III.
PENUTUP
Allah
mengajarkan kepada manusia untuk bersatu, bukan saling berselisih karena Allah
sangat membenci perselisihan. Allah menjadikan manusia bersuku-suku yang
berbeda agar manusia saling mengenal.
DAFTAR
PUSTAKA
Agama, Departemen RI. 2010. Al-Qur’an dan Tafsirnya.
Jakarta: Lentera Abadi.
Al-Nahhas, Imam Ibn. 2009. I’rab Qur’an. Lebanon: Dar al-kotob
Al-Ilmiyah.
Al-Qarni, Aidh. 2008. Tafsir
Muyassar, Terj. Qusthi press. Jakarta: Qusthi Press.
Muhammad, Abdullah bin. 2012. Tafsir Ibnu Katsir, Terj.
Abdul Ghoffar. Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i.
Muhammad, bin Ali Imam. 2009. Tafsir Fathul Qadir, Terj.
Amir Hamzah dan Asep Saefullah. Jakarta: Pustaka Azzam.
Shihab, M.
Quraish. 2012. Tafsir Al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati.
[1]Departemen
Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), hlm.
411.
[2]Imam Muhammad
bin Ali, Tafsir Fathul Qadir, Terj. Amir Hamzah dan Asep Saefullah,
(Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), hlm. 405.
[6]Abdullah bin
Muhammad, Tafsir Ibnu Katsir, Ter. Abdul Ghoffar, (Jakarta: Pustaka Imam
Syafi’i, 2012), hlm. 342.
[7]Imam Muhammad
bin Ali, Tafsir Fathul Qadir, hlm. 407.
[8]Abdullah bin
Muhammad, Tafsir Ibnu Katsir, hlm. 342.
[9]Departemen
Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, hlm. 411.
[12]Imam Muhammad
bin Ali, Tafsir Fathul Qadir, hlm. 409.
[14]Abdullah bin
Muhammad, Tafsir Ibnu Katsir, hlm. 343.
[15]Departemen
Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), hlm 488.
[17]M. Quraish Shihab,
Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2012), hlm. 362.
[19]Imam Ibn
al-Nahhas, I’rab Qur’an, (Lebanon: Dar al-kotob Al-Ilmiyah, 2009), hlm.
144.
[20]Departemen
Agama RI, Al-Quran dan Tafsirnya, (Jakarta:
Lentera Abadi, 2010), hlm. 419.
[21]Abdullah bin
Muhammad, Tafsir Ibnu Katsir, hlm. 419.
[23]Aidh al-Qarni, Tafsir Muyassar, Terj. Qusthi press,
(Jakarta: Qusthi Press, 2008), hlm. 157-158.
[24]Departemen
Agama RI, Al-Quran dan Tafsirnya, hlm.420.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !